PENGENDALIAN SOSIAL
(SOCIAL CONTROL)
Akhir-akhir ini sering kita membaca,
mendengar dan melihat banyak terjadi kasus penyimpangan di masyarakat. Pembunuhan,
mutilasi, pemerkosaan, penipuan, narkoba dan sebagainya, selalu menjadi berita
utama di media massa.
Masyarakat semakin dibuat resah dengan berbagai peristiwa tersebut. Berbagai
upaya telah dilakukan, baik secara preventif maupun represif, untuk
mengendalikan berbagai penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Berbagai
analisa bergulir terhadap terjadinya sebuah kasus, tetapi terkadang tindakan
solutif dan preventif tidak terealisasi. Artinya, penyimpangan sosial tetap
menjadi tontonan dan momok bagi masyarakat. Timbul pertanyaan, mengapa banyak terjadi penyimpangan sosial?
Bisakah terbentuk sebuah masyarakat
tanpa penyimpangan?
Prilaku Menyimpang F Semua tindakan yang
menyimpang dari norma – norma yang berlaku dalam suatu sistim social (Robert MZ
Lawang)
Pengendalian sosial F segenap cara dan
proses yang ditempuh sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggota
dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok masyarakat.
Upaya untuk
mengantisipasi dan memberikan solusi terhadap penyimpangan sosial dikenal
dengan pengendalian sosial (social
control). Pengendalian sosial merupakan sebuah proses yang direncanakan
atau tidak direncanakan dengan tujuan mengajak, membimbing, bahkan memaksa
masyarakat agar mematuhi nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku, atau
dengan kata lain pengendalian sosial merupakan tindakan pengawasan terhadap
perilaku anggota masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan.
Manusia adalah mahluk
sosial yang tidak bisa lepas dari orang lain. Interkasi sosial merupakan bentuk dari hubungan antar
manusia yang saling membutuhkan. Dalam berinteraksi tersebut tidak jarang timbul
masalah, misalnya terjadi beda pendapat, salah paham, berselisih dam kemudian berkelahi.
Adu fisik terkadang dianggap sebagai alternatif penyelesaian masalah, padahal
kenyataannya justru menambah masalah baru. Benar tidak ? Pernahkah kalian
berbuat seperti itu? Bagaimana sikap kita jika timbul masalah dengan orang lain?
Tentunya kita semua berharap masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik
dan akan kembali pada situasi dan kondisi semula, sehingga akan terwujud suatu
keseimbangan sosial (social equilibrium).
Hal penting yang perlu diperhatikan, bahhwa untuk menciptakan keseimbangan
sosial tersebut diperlukan upaya-upaya menghilangkan penyimpangan-penyimpangan
sosial yang terjadi di masyarakat. Perhatikan gambar berikut ini.
Gambar
disamping adalah pihak keamanan atau kepolisian yang merupakan salah satu agen
dalam pengendalian sosial, dimana kepolisian memiliki tugas dan tanggung jawab
untuk menghilangkan berbagai bentuk penyimpangan di masyarakat dengan tujuan
terciptanya keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
A. DEFINISI PENGENDALIAN SOSIAL
Social control atau pengendalian sosial adalah sesuatu yang nyata dilakukan oleh masyarakat
sebagai bentuk upaya untuk menciptakan kondisi yang mereka inginkan. Ada
beberapa pendapat tentang definisi pengendalian sosial, antara lain:
F Astrid S. Susanto
mengemukakan, bahwa pengendalian sosial adalah kontrol yang bersifat psikologis dan nonfisik karena merupakan
“tekanan mental” terhadap individu sehingga individu akan bersikap dan
bertindak sesuai dengan penilaian dalam kelompok tersebut.
F Joseph Roucek
mengemukakan bahwa pengendalian sosial merupakan segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan
yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat agar
mematuhi kaidah/norma/aturan yang berlaku di masyarakat.
F Menurut Berger, pengendalian sosial adalah
berbagai cara yang digunakan masyarakat
untuk menertibkan anggotanya yang membangkang.
F Karel Veeger
mendefinisikan pengendalian sosial sebagai kelanjutan dari proses sosialisasi
dan berhubungan dengan cara-cara dan
metode-metode yang dipergunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok
atau masyarakat, yang jika dijalankan secara efektif, perilaku individu akan
konsisten dengan tipe perilaku yang diharapkan.
Secara umum dapat disimpulkan
bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat disebut
pengendalian sosial (Social Control).
Menurut Koentjaraningrat,
ada tiga proses sosial yang perlu mendapat pengendalian sosial, yaitu:
- Ketegangan sosial yang terjadi antara adat-istiadat dan kepentingan individu.
- Ketegangan sosial yang terjadi karena adanya pertemuan antar golongan khusus.
- Ketegangan sosial yang terjadi karena golongan yang melakukan penyimpangan secara sengaja menentang tata kelakuan atau peraturan.
B. JENIS PENGENDALIAN SOSIAL
Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian sosial? Berdasarkan
pihak yang melakukan pengendalian sosial, jenis-jenis pengendalian sosial
terdiri dari:
1.
Pengendalian individu terhadap individu lain.
Hal ini terjadi jika individu melakukan pengawasan terhadap individu lain, baik
disadari maupun tidak.
Contohnya:
F
Guru yang menasehati muridnya yang berbuat kesalahan
F Amir menyuruh adiknya agar berhenti berteriak-teriak.
F Tono mengawasi adiknya agar tidak berkelahi.
2.
Pengawasan
individu dengan kelompok.
F Guru mengawasi ujian di kelas.
F
Polisi mengatur lalu
lintas.
F Bapak memerintah anak-anaknya untuk segera belajar dari pada
ribut terus.
Dari
contoh di atas guru, polisi, dan bapak sebagai individu yang melakukan
pengendalian sosial terhadap kelompok individu, yaitu murid, pengguna jalan dan
anak-anak.
3.
Pengawasan
kelompok dengan individu.
F
Bapak dan Ibu Nabil selalu mengontrol perilaku anak tunggalnya.
F Kawanan massa menghajar seorang pencopet.
F Tim gabungan polisi yang menangkap seorang pengedar
narkoba
Dari contoh di atas Bapak dan Ibu, kawanan massa , dan
tim gabungan polisi merupakan kelompok
pengendali sosial terhadap seorang individu, yaitu anak tunggal, seorang
pencopet, dan pengedar narkoba.
4.
Pengawasan
antar kelompok.
Contoh:
Contoh:
F
Pengawasan oleh KPK kepada DPR
F Dua perusahaan yang melakukan joint venture (patungan)
selalu melakukan saling pengawasan.
F Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas).
F Dua atau lebih negara berkembang bergabung dalam
pengawasan peredaran obat-obatan terlarang.
Dari contoh di atas, KPK, kelompok orang dalam
perusahaan, BPK dan Negara yang mengawasi atau sebagai pengendali sosial
kelompok lain yaitu DPR, perusahaan, Depdiknas dan negara berkembang.
C. SIFAT PENGENDALIAN SOSIAL
Bagaimana masyarakat melakukan pengendalian sosial
terhadap perilaku anggotanya? Ada tiga sifat yang dipakai dalam pengendalian
sosial, yaitu :
1.
Preventif: yaitu
pengendalian sosial yang dilakukan
sebelum terjadi pelanggaran, artinya mementingkan pada pencegahan agar
tidak terjadi pelanggaran.
Contoh:
Contoh:
F Seoarang bapak menasehati anaknya agar tidak merokok
F Untuk mencegah anaknya berkelahi Ibu Amir menyuruh
anak-anaknya tidak bermain di luar rumah.
F Tidak bosan-bosannya guru menasehati murid-muridnya untuk
segera pulang dan tidak nongkrong-nongkrong dulu di jalanan; untuk menghindari
terjadinya tawuran pelajar, merokok atau terlibat narkoba.
2.
Represif: adalah
pengendalian sosial yang dilakukan setelah
orang melakukan suatu tindakan penyimpangan (deviasi). Pengendalian sosial
ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya tindakan
penyimpangan.
Contoh pengendalian represif yang betul, misalnya :
Contoh pengendalian represif yang betul, misalnya :
F Pemberian hukuman bagi seseorang yang melakukan
pelanggaran
F Hakim menjatuhkan hukuman kepada terpidana.
F Pak Darmawan di PHK karena korupsi.
3. Kuratif
F tindakan yang diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan
sosial dan bersifat mengobati. Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran
kepada para pelaku penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta
mampu memperbaiki kehidupannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi mengulangi
kesalahannya.
Contoh : -
Bagi pencandu narkoba di masukkan ke pusat rehabilitasi.
D. TEKNIK PENGENDALIAN PENYIMPANGAN SOSIAL
Kita sering mendengar, membaca dan melihat banyaknya
penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Terjadinya tawuran antara kelompok
masyarakat yang kadang-kadang berbau SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan),
pembunuhan, perampokan, kasus narkoba dan lain-lain. Dengan berbagai peristiwa
tersebut, apakah yang bisa kita lakukan? Bagaimana cara pengendalian sosial
yang sebaiknya dilakukan kelompok masyarakat tersebut? Bagaimana cara Anda mengatasinya bila itu terjadi di
lingkungan Anda? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan reflektif yang mengingatkan
kita sebagai mahluk sosial.
Bila dilihat dari segi cara pengendaliannya, dapat
dikelompokkan dalam beberapa cara/teknik, yaitu:
a. Persuasif
Persuasif merupakan cara pengendalian tanpa kekerasan. Cara pengendalian lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota
masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku di
masyarakat, terkesan halus dan berupa ajakan atau himbauan. Contoh:
1. Tokoh masyarakat membina warganya yang bertikai agar
selalu hidup rukun, menghargai sesama, mentaati peraturan, dan menjaga etika
pergaulan..
2. Seorang ibu dengan penuh kasih sayang menasehati anaknya
yang ketahuan mencuri. Ibu itu berusaha memberi pengertian pada anaknya bahwa
mencuri itu perbuatan yang tercela dosa dan sangat merugikan orang lain.
Mencuri itu akan berakibat buruk pada kehidupannya kelak. Ia akan menjadi orang
terkucil dan tersingkir dari masyarakat.
3. Guru membina dan menasehati muridnya yang ketahuan
merokok di sekolah. Dengan penuh kewibawaan dan kesabaran guru tersebut menanamkan
pengertian bahwa merokok itu merusak kesehatan, merugikan orang lain, dan juga
merupakan pemborosan.
b. Koersif
Cara koersif lebih menekankan pada tindakan atau ancaman
yang menggunakan kekerasan fisik.
Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan tidak melakukan perbuatan buruknya
lagi. Jadi terkesan kasar dan keras. Cara ini hendaknya merupakan upaya
terakhir sesudah melakukan cara persuasif, contoh:
1. Massa menghajar perampas sepeda motor agar jera. Tindakan tersebut sebenarnya dilarang secara
hukum, karena telah main hakim sendiri. Namun cara tersebut dilakukan
masyarakat dengan maksud agar para perampas sepeda motor lainnya takut untuk
berbuat serupa.
2. Penerapan hukuman mati bagi pelaku kejahatan. Hal ini
dilakukan agar para pelaku kejahatan atau orang yang akan berniat jahat menjadi
takut untuk melakukan tindak kejahatan.
3. Orang tua yang menjewer telinga anaknya yang nakal. Hal
ini dilakukan dengan harapan anaknya tidak melakukan kesalahan lagi.
4. Penertiban PKL secara paksa yang dilakukan oleh petugas
Satpol PP.
Pengendalian
dengan kekerasan dilihat dari tekniknya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
v Kompulsi (compulsion) yaitu teknik pengendalian yang dilakukan dengan cara
pemaksaan terhadap seseorang agar taat dan patuh terhadap norma.
v Pervasi
(pervasion) adalah penanaman norma-norma yang ada secara berulang-ulang dengan
harapan seseorang dapat sadar dan mau menjalankan nilai dan norma yang berlaku
Pengelompokan
Lain :
a. Pengendalian
internal; pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh penguasa atau
pemerintah sebagai pemegang kekuasaan (the
rulling class) untuk menjalankan roda pemerintahannya melalui strategi-strategi
politik. Strategi-strategi politik tersebut dapat berupa aturan
perundang-undangan ataupun program-program sosial lainnya.
b. Pengendalian
eksternal; pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh rakyat kepada para
penguasa. Hal ini dilakukan karena dirasa adanya penyimpangan-penyimpangan
tertentu yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Pengendalian sosial jenis ini
dapat dilakukan melalui aksi-aksi demonstrasi atau unjuk rasa, melalui pengawasan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau pun melalui wakil-wakil rakyat di DPRD.
Berdasarkan Pelaku Pengendalian Sosial :
a. Pengendalian
pribadi; yaitu pengendalian / pengawasan sosial yang dilakukan secara pribadi/individu.
b. Pengendalian institusional; yaitu pengendalian / pengawasan sosial yang dilakukan
oleh lembaga / intitusi kepada para anggota lembaganya dan diluar institusi di sekitar lembaga
tersebut berada.
c. Pengendalian
resmi; yaitu pengendalian / pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga resmi negara
sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku dengan sanksi yang jelas dan mengikat.
Pengendalian resmi dilakukan oleh aparat negara, seperti kepolisian, satpol PP,
kejaksaan, ataupun kehakiman untuk mengawasi ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum yang telah ditetapkan.
d. Pengendalian
tidak resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa
rumusan aturan yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas. Meskipun demikian, pengendalian tidak resmi juga
memiliki efektivitas dalam mengawasi atau mengendalikan perilaku masyarakat.
Hal ini dikarenakan sanksi yang diberikan kepada pelaku penyimpangan berupa sanksi moral dari masyarakat lain, misalnya dikucilkan
atau bahkan diusir dari lingkungannya.
Pengendalian tidak resmi dilakukan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, ataupun
tokoh agama yang memiliki kharisma dan dipandang sebagai panutan masyarakat.
E. TAHAPAN –
TAHAPAN DALAM PENGENDALIAN SOSIAL
1. Tahap
Sosialisasi atau pengenalan
Tahap sosialisasi atau
pengenalan merupakan tahap awal proses
pengendalian sosial. Pada tahap ini, masyarakat dikenalkan
pada bentuk-bentuk penyimpang-an sosial beserta sanksi-sanksinya. Pengenalan
tersebut dimaksudkan agar masyarakat menyadari efek dan sanksi yang akan
diterimanya bila mereka melakukan suatu tindakan penyimpangan sosial. Di dalam
hal ini, tahap sosiali-sasi bersifat preventif yang bertujuan mencegah perilaku
penyimpangan sosial.
2. Tahap Penekanan Sosial
Tahap penekanan sosial
dilakukan untuk mendukung terciptanya kondisi sosial yang stabil. Pada tahap ini telah disertai dengan pelaksanaan sanksi atau
hukuman kepada para pelaku tindakan penyimpangan.
Dengan adanya sanksi yang menekan tersebut, diharapkan masyarakat segan dan
tidak mau melakukan berbagai perbuatan yang menyimpang.
3. Tahap Pendekatan Kekuasaan / Kekuatan
Pada tahap ini, terlihat adanya
pihak pelaku pengendalian sosial dan pihak yang dikendalikan. Tahap ini dilakukan jika tahap-tahap yang lain tidak mampu
mengarahkan tingkah laku manusia sesuai dengan norma atau nilai yang berlaku.
Berdasarkan pelakunya, tahap pendekatan kekuasaan atau kekuatan ini dapat
dibedakan, menjadi berikut ini :
a. Pengendalian kelompok terhadap kelompok;
misalnya anggota Kepolisian Sektor Pasanggrahan Jakarta Selatan mengawasi
keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Pasanggrahan.
b. Pengendalian kelompok terhadap anggotanya;
misalnya bapak/ibu guru di sekolah mengendalikan dan membimbing siswa/siswi
yang belajar di sekolah itu.
c. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lain;
misalnya seorang ayah yang mendidik dan merawat anaknya, atau seorang kakak yang
menjaga adiknya.
F. CARA DAN BENTUK PENGENDALIAN SOSIAL
Robert M.Z Lawang mengemukakan beberapa cara dan bentuk pengendalian
sosial yang biasanya dilakukan orang dalam suatu masyarakat untuk mengontrol
perilaku orang lain yang menyimpang, antara lain:
- Desas-desus (Gosip), yaitu “kabar burung” atau “kabar angin” yang kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian sosial ini sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang diyakini masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan perbuatannya dan kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat. Gosip kadang dipakai sebagai alat untuk mengangkat popularitas seseorang, misalnya artis, pejabat, dsb.
- Teguran, adalah kritik sosial yang bersifat terbuka, baik lisan atau pun tertulis, terhadap orang atau lembaga yang melakukan tindak penyimpangan sosial. Contoh : Seorang guru yang menegur seorang siswa yang tidak memasukan baju ke dalam celana.
- Kekerasan Fisik, dilakukan sebagai alternatif terakhir dari pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan. Namun banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melakukan bentuk pengendalian sosial lain terlebih dahulu. Contoh:
o
Seorang
bapak memukul anaknya karena membantah dan berani kepada orang tua.
o Rumah
dukun santet dibakar.
o
Petugas
keamanan menembak perusuh tanpa tembakan peringatan terlebih dahulu.
4. Hukuman (Punishment), adalah sanksi
negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran tertulis maupun tidak tertulis.
Pada lembaga formal diberikan oleh Pengadilan, pada lembaga non formal oleh
Lembaga Adat.
- Intimidasi, yaitu berhubungan dengan segala hal yang membuat pelaku menjadi takut sehingga ia mengakui perbuatannya. Intimidasi biasanya berupa ancaman, misalnya: penetapan hukuman mati bagi pengedar narkoba merupakan ancaman agar tidak ada lagi yang berani mengedarkan narkoba.
- Ostratisme, yaitu pengendalian dengan cara pengucilan. Hal ini dilakukan agar orang menyadari perbuatannya sehingga ia bisa berbaur kembali dengan orang lain. Misalnya, anak yang sombong dikucilkan dan dijauhi oleh teman-temannya.
- Pendidikan, adalah proses pengendalian secara sadar dimana ada perubahan – perubahan tingka laku dihasilkan dari dalam sendiri sebagai akibat dari pengaruh bimbingan dari orang lain. Contoh : Seorang anak yang habis makan lalu mencuci piringnya, karena sebelum makan dia telah dinasehati orang tuanya.
- Pendidikan Agama, adalah suatu pedoman yang berisi suatu aturan atau norma yang bersumber dari Tuhan yang harus dipatuhi dalam kehidupan sehari – hari.
- Cemoohan, adalah ejekan, hinaan, sindiran, yang bertujuan agar tidak melakukan perbuatan itu lagi. Contoh : seorang gadis karena sering pulang sekolah larut malam, kemudian disindir oleh tetangganya dengan ucapan perumpamaan seperti ”Kupu-kupu malam”.
- Fraundulens, adalah pengendalian sosial dengan jalan meminta bantuan orang lain yang dianggap dapat mengatasi masalah yang ada.
G. FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Kalian sudah mempelajari dan memahami uraian tentang pengendalian sosial,
dan ternyata pada hakikatnya ada dua fungsi pengendalian sosial, yaitu:
1. Meyakinkan masyarakat tentang
kebaikan norma.
Usaha ini ditempuh
melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Melalui pendidikan formal
ditanamkan kepada peserta didik kesadaran untuk patuh aturan, sadar hukum dan
sebagainya melalui mata pelajaran-mata pelajaran yang ada. Melalui pendidikan
non formal, mass media dan alat-alat komunikasi menyadarkan warga masyarakat
untuk beretika baik, tertib lalu lintas, dan sebagainya.
2. Mempertebal kebaikan norma.
Hal ini dilakukan dengan cara mempengaruhi alam pikiran
seseorang dengan legenda, hikayat-hikayat, cerita-cerita rakyat maupun
cerita-cerita agama yang memiliki nilai-nilai terpuji, contohnya cerita Malin Kundang,
cerita Nabi Sulaiman, dan sebagainya.
H. PERANAN PRANATA SOSIAL DALAM PENGENDALIAN SOSIAL
Peranan pranata sosial atau lembaga sosial dalam
pengendalian sosial yang terjadi di masyarakat adalah sangat besar dan
dibutuhkan, khususnya terhadap perilaku yang menyimpang demi keseimbangan
sosial.
Lembaga sosial merupakan wadah/tempat dari aturan-aturan
khusus, wujudnya berupa organisasi atau asosiasi. Contohnya KUA, mesjid,
sekolah, partai, CV, dan sebagainya. Sedangkan pranata sosial adalah suatu sistem
tata kelakuan yang mengatur perilaku dan hubungan antara anggota masyarakat
agar hidup aman, tenteram dan harmonis. Dengan bahasa sehari-hari kita sebut
“aturan main/cara main”. Jadi peranan
pranata sosial sebagai pedoman kita berperilaku supaya terjadi keseimbangan
sosial. Pranata sosial merupakan kesepakatan tidak
tertulis namun diakui sebagai aturan tata perilaku dan sopan santun pergaulan.
Contoh: kalau makan tidak berbunyi, di Indonesia pengguna jalan ada di kiri
badan jalan, tidak boleh melanggar hak orang lain, dan sebagainya.
Berikut adalah pranata sosial yang berperan besar dalam
upaya menciptakan ketertiban dan pengendalian sosial:
1. Pranata
Keluarga F bentuk basic
institutions. Keluarga memiliki peran besar dalam membentuk karakter
seseorang kaitannya dengan perilaku sosial yang dilakukannya dalam masyarakat.
2. Pranata Agama F bentuk general
institutions yang mengatur hubungan antarmanusia, antara manusia dengan
alam, dan antara manusia dengan Tuhannya. Agama sebagai benteng individu dalam menghadapi
tantangan dunia yang kian kompleks dari waktu ke waktu.
3. Pranata
Pendidikan F bentuk basic
institutions. Pranata pendidikan memiliki aturan dan disiplin baku yang
bertujuan untuk mempersiapkan anak didiknya melalui pengajaran dan pendidikan ilmu
pengetahuan.
4. Pranata Ekonomi
F bentuk general institutions. Pranata ekonomi memberikan
aturan dan batasan-batasan yang telah disepakati bersama sebagai suatu hukum
atau aturan ekonomi yang harus dipatuhi.
5. Pranata Politik
F bentuk general institutions. Pranata politik
mengatur kehidupan berpolitik, dalam arti kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peran utama pranata politik adalah mengupayakan kehidupan masyarakat yang
merdeka, adil, dan makmur, menjaga kehormatan hak-hak dan kewajiban warga negara,
serta mengatur hubungan negara dengan negara lain dalam pergaulan
internasional.
Pranata sosial atau lembaga sosial yang terdapat dalam
masyarakat yang dipakai sebagai pengendalian sosial dapat dilakukan oleh:
- Polisi, sebagai aparat negara, bertugas memelihara keamanan dan ketertiban, mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang. Peran Polisi bukan hanya menangkap, menyidik, dan menyerahkan pelaku pelanggaran ke instansi lain seperti Kejaksaan, tetapi juga membina dan mengadakan penyuluhan terhadap orang yang menyimpang dari hukum.
- Pengadilan, merupakan alat pengendalian sosial untuk menentukan hukuman bagi orang yang melanggar peraturan. Tujuannya agar orang tersebut jera dan sadar atas kesalahan yang diperbuatnya, serta agar orang lain tidak meniru berbuat hal yang melanggar hukum atau merugikan orang lain. Sanksi yang tegas akan diberikan bagi mereka yang melanggar hukum, berupa denda, kurungan atau penjara.
- Adat, merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat pada masyarakat tradisional. Dalam hukum adat terdapat aturan untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Adat yang sudah melembaga disebut tradisi. Pelanggaran terhadap hukum adat dan tradisi akan dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya tergantung tingkat kesalahannya berat atau ringan.
4.
Tokoh Masyarakat, adalah orang yang memiliki pengaruh atau wibawa
(kharisma) sehingga ia dihormati dan disegani masyarakat. Tokoh masyarakat
diharapkan menjadi teladan, pembimbing, penasehat dan petunjuk.
Ada dua macam tokoh masyarakat:
Ada dua macam tokoh masyarakat:
F tokoh masyarakat formal,
misalnya Presiden, Ketua DPR/MPR, Dirjen, Bupati, Lurah, dsb;
F tokoh masyarakat informal,
misalnya pimpinan agama, ketua adat, pimpinan masyarakat.
I. KONSEKUENSI PENGGUNAAN TEKNIK-TEKNIK PENGENDALIAN
SOSIAL
Apa itu konsekuensi? Konsekuensi adalah akibat yang harus ditanggung dari
hasil perbuatan, pemecahan masalah, rencana atau langkah yang sudah diambil.
Teknik-teknik atau cara-cara pengendalian sosial adalah persuasif, koersif,
melalui sosialisasi, melalui tekanan. Ternyata cara-cara atau teknik-teknik
dalam pengendalian sosial tersebut tidak semuanya cocok kita terapkan dalam
kondisi, situasi, waktu dan tempat yang sama. Oleh karena itu kita perlu
hati-hati dalam penerapan cara pengendalian sosial tersebut. Konsekuensi yang
harus kita tanggung dalam teknik-teknik pengendalian sosial adalah
diperlukannya hukum, pendidikan, agama dan kedisiplinan individu yang
betul-betul menunjang terciptanya keseimbangan sosial. Hukum adalah aturan yang
tertulis yang mengatur hak dan kewajiban dan hubungan hukum antar manusia.
Hukuman adalah penderitaan yang dijatuhkan secara resmi oleh lembaga yang
berwenang terhadap pihak yang melakukan pelanggaran atau kejahatan. Hukuman
adalah sanksi yang negatif. Sedangkan sanksi positif disebut Re¬wards, yang
berupa pujian, hadiah, bagi orang yang mematuhi aturan sehingga dapat dijadikan
teladan. Tujuan hukuman ialah agar si pelaku menjadi jera atas perbuatannya dan
menjadi baik lagi seperti keadaan sebelum ia menjadi jahat.
1.
Pendidikan, baik formal
maupun pendidikan informal.
Pendidikan formal
adalah pendidikan melalui sekolah sedangkan pendidikan non formal melalui
pergaulan di masyarakat. Pendidikan sekolah akan mampu membentuk perilaku
manusia untuk disiplin, mematuhi tata tertib, membina hubungan baik dengan
sesama. Melalui pergaulan masyarakat sangat berpengaruh bagi perkembangan
pribadi seseorang. Pemahaman diri, pemahaman masyarakat dan pemahaman
nilai-nilai hidup akan membantu terciptanya masyarakat yang terkendali. Pelaku
pelanggaran akan berkurang kalau masyarakat cukup berpendidikan.
2.
Agama, adalah
bentuk hubungan pribadi antara manusia dengan Allah. Orang yang beragama akan
mencoba agar semua pikiran, ucapan dan tindakannya sesuai dengan hukum
Allah.Tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan. Tidak saling mengganggu,
tidak saling menjelekkan, tidak saling memfitnah, tetapi saling menghargai
pihak lain, menghargai bahwa ada perbedaan (hak untuk berbeda) adalah sikap
seorang pemeluk agama dalam pengendalian sosialnya. Oleh karena itu kalau
terjadi pelanggaran terhadap nilai-nilai dan norma-norma agama seseorang akan
sangat merasa berdosa dan mendapat sanksi berat dari kelompok agamanya.
3.
Kedisiplinan
Individu. Masyarakat terdiri dari
individu-individu, karena itu bila semua individu mengusahakan kebenaran,
kejujuran dan kedisiplinan, maka seluruh masyarakat akan menjadi tertib. Orang
akan menjadi sedih, menyesal, karena merasa bersalah, berdosa, merupakan hasil
mawas diri atas introspeksi. Orang yang menyesal akan berusaha memperbaiki kesalahannya,
diminta atau tidak diminta. Oleh karena itu dengan mendisiplinkan diri sendiri
niscaya pelanggaran tidak pernah terjadi.