DIAGO ARIESANDIKA

Pengaruh Televisi Terhadap Manusia



Pengaruh Televisi & Film Pada manusia

Televisi saat ini adalah sarana elektronik yang paling digemari dan dicari orang. Untuk mendapatkan televisi tidak lagi sesusah zaman dahulu dimana perangkat komunikasi ini adalah barang yang langka dan hanya kalangan tertentu yang sanggup memilikinya. Saat ini televisi telah menjangkau lebih dari 90 persen penduduk di negara berkembang. Televisi yang dulu mungkin hanya menjadi konsumsi kalangan dan umur tertentu saat ini bisa dinikmati dan sangat mudah dijangkau oleh semua kalangan tanpa batasan usia. Siaran-siaran televisi akan memanjakan orang-orang pada saat-saat luang seperti saat liburan, sehabis bekerja bahkan dalam suasana sedang bekerjapun orang-orang masih menyempatkan diri untuk menonton televisi. Suguhan acara yang variatif dan menarik membuat orang tersanjung untuk meluangkan waktunya duduk di depan televisi. Namun dibalik itu semua dengan dan tanpa disadari televisi telah memberikan banyak pengaruh negatif dalam kehidupan manusia baik anak-anak maupun orang dewasa. Kita harus berhati-hati sebab televisi selain bisa menjadi teman yang baik bisa juga menjadi musuh yang menghanyutkan.
Dalam sebuah survei yang dilakukan lebih dari setengah anak-anak di AS mempunyai televisi di kamar mereka. Usia remaja paling banyak menonton televisi di kamar dan hampir sepertiga anak-anak pra sekolah mempunyai televisi di kamar mereka dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk menonton televisi. Disebutkan juga adanya beberapa orang siswi sebuah sekolah yang bergantian bolos dari sekolah demi menonton sebuah tayangan opera sabun di televisi. Di Indonesia mungkin tidak sampai menjangkau persentase sebesar ini namun pengaruh televisi juga telah banyak membentuk pola pikir dari anak-anak Indonesia pada umumnya dan gereja pada khusunya. Dalam tayangan televisi saat ini terdapat banyak gaya kehidupan setan seperti kekerasan yang membuat bulu kuduk merinding, vulgaritas, kejahatan, kebencian, seks bebas, penipuan, tatanan rambut yang radikal, dan lain-lain. Orang yang semakin sering menonton tayangan-tayangan seperti itu pada akhirnya akan menerima hal itu sebagai sesuatu perbuatan yang normal. Dalam hal ini televisi telah menjadi propaganda terpenting yang dipakai setan saat ini terhadap manusia termasuk orang Kristen baik dewasa maupun anak-anak. Tidak bisa disangkal bahwa dewasa ini televisi adalah salah satu guru elektronik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Apa yang harus dilakukan keluarga Kristen untuk mengatasi berbagai problema yang diakibatkan oleh tontonan televisi?
I. Sisi Positif Yang Bisa Diberikan Televisi bagi kita
Televisi hadir sebagai sarana untuk memperlancar hubungan dan komunikasi antar manusia. Banyak perubahan dan kemajuan yang terjadi pada masyarakat abad kedua puluh dengan datangnya media masa televisi.
Televisi menghibur kita.
Pada dasarnya fungsi televisi adalah memberikan hiburan yang sehat serta pengetahuan kepada pemirsanya. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk yang membutuhkan hiburan. Raja Salomo menyadari betapa pentingnya warna dalam hidup ketika dia berkata, “ Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa-pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir..., ada waktu untuk tertawa,... ada waktu untuk menari,... (Pengkhotbah 3:1-8). Salomo tidak hanya membicarakan spiritualitas tetapi juga hiburan. Hiburan merupakan salah satu bagian dari hidup orang-orang dalam Perjanjian Lama. Ketika bangsa Israel keluar dari Mesir mereka menari-nari, saat raja Saul merasa bersedih dan hatinya galau dia dihibur oleh Daud, ketika Tabut Perjanjian kembali ke tangan bangsa Israel, raja Daud menari-nari. Hidup akan berwarna bila ada hiburan. Televisi sebagai salah satu sarana hiburan sangat dibutuhkan semua orang. Hiburan-hiburan yang sehat yang ditayangkan di televisi seperti musik, film, infotainment dan lain-lain sangat bermanfaat unutk mencairkan kejenuhan setelah sehari bekerja keras. Hal itu membuat pikiran kita kembali segar dan melupakan sejenak kelelahan sepanjang hari. Dahulu pada saat kita hanya memiliki stasiun TVRI (Televisi Republik Indonesia) orang-orang sangat kehausan hiburan dan terasa sekali betapa berharganya setiap acara hiburan yang ditayangkan. Contohnya drama seri Kisah Serumpun Bambu, Film Cerita Akhir Pekan, film dokumenter seperti Dian Rana, Flora dan Fauna, musik hiburan seperti Aneka Ria Safari, dan lain-lain adalah tayangan hiburan sehat yang jam tayangnya sangat ditunggu-tunggu.
Televisi Memberi Informasi, Pengetahuan & Pendidikan.
Televisi bisa mengerutkan dunia dan melaksanakan penyebaran berita dan gagasan lebih cepat. Dengan adanya media televisi dunia kelihatan semakin kecil dari sebelumnya. Kita bisa memperoleh kesempatan untuk memperoleh informasi yang lebih baik tentang apa yang terjadi di dunia. Berita-berita aktual bisa langsung disebarkan ke berbagai pelosok dunia secara langsung. Gempa bumi, penyakit menular, kriminalitas, peristiwa olah-raga terkini yang terjadi di belahan bumi bisa disaksikan bersama-sama oleh berjuta-juta orang. Media televisi telah bisa menyatukan hati semua orang melalui informasi yang diberikan. Dengan menonton tayangan televisi akan bisa menambah wawasan kita. Orang Kristen membutuhkan informasi. Demi kelancaran pemberitaan Injil maka kita perlu memiliki pengetahuan akan dunia dan sekitar kita yang tidak hanya kita lihat melalui buku tetapi dengan melihat dan mendengar dari televisi. Televisi menambah pengetahuan kita. Industri pertelevisian di negara kita khususnya sebenarnya banyak menayangkan informasi-informasi yang akurat tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Ada berita baik yaitu saat ini gereja bisa memakai sarana televisi untuk memberitakan Injil. Di negara besar seperti Amerika Serikat menginjili melalui televisi adalah merupakan hal yang lazim. Sehingga berjuta-juta orang bisa melihat dan mendengar Injil di televisi dan begitu banyak jiwa telah mentaati Injil melalui kontribusi penyiaran televisi.
II. Sisi Negatif Yang Bisa Diberikan Televisi Bagi Kita
Pengaruh yang tercipta oleh media televisi bisa mempercepat kehancuran nilai-nilai agama dan moral tradisional dari pemirsanya.
Televisi Bisa Melukai dan Merusak Peradaban Kita.
Komunikasi tanpa batas telah banyak mengakibatkan pergeseran moral. Banyak tayangan televisi saat ini yang sudah kehilangan fungsi. Yang seharusnya memberikan hiburan untuk membangun ahklak malah melukai pemirsa baik-anak-anak maupun dewasa. Yang seharusnya televisi itu dibuat dan dirancang sebagai pendukung moral namun pada kenyataannya tidak demikian yang terjadi. Televisi menjadi pusat komersial nomor satu. Acara-acara dikemas untuk bisa dijual ke publik . Kemasan acara-acara penjadi persoalan selera bagi beberapa produser atau pihak stasiun televisi. Bagi mereka yang penting adalah rating acara tetap tinggi sehingga membuat acara semenarik mungkin untuk menggoda emosi dan selera pemirsa. Banyak acara-acara yang berkualitas namun karena tidak memiliki nilai jual yang tinggi, pihak stasiun televisi enggan untuk membeli. Hal ini sangat disayangkan. Program acara yang ditayangkan banyak yang melukai moral, martabat dan juga fisik manusia. Banyak acara televisi yang sama sekali tidak menghargai kehidupan bermasyarakat dan beragama. Banyak yang tidak lagi mengejar impian dan nilai-nilai moral tetapi sebaliknya menyerap nilai-nilai yang menyimpang dari masyarakat yang sakit. Mengajarkan orang bagaimana berbuat licik, jahat, membunuh, seni berbohong. Tayangan-tayangan yang berbau kekerasan, seksual, banyak mempengaruhi jalan pikiran pemirsa yang akibatnya adalah mereka menganggap hal itu sebagai sesuatu yang normal untuk dilakukan. Sangat disayangkan sepertinya tidak ada lembaga sensor untuk sinetron tentang tindakan yang terlihat begitu vulgar di televisi. Semua tayangan yang berbau kekerasan, setan, hantu, tidak satupun yang mendidik orang untuk lebih baik Hal yang lain yang sangat menyedihkan adalah bahwa banyak tayangan-tayangan film ataupun sinetron dalam televisi yang menggunakan kata-kata makian, hujatan, kebencian, kata-kata yang mengarah pada seks, namun sangat jarang sekali menayangkan resiko dari suatu tanggung jawab akan hal-hal yang terjadi. Adegan-adegan kekerasan, kebencian dan kejahatan, orang tua dan anak bekerja-sama melakukan kejahatan demi uang, anak-anak melawan dan memaki orang tua, murid-murid melawan guru yang akibatnya guru seperti tidak memiliki harga lagi di masyarakat, dan kejahatan moral lainnya juga sangat mudah didapatkan dalam tayangan-tanyangan televisi seperti sinetron, telenovela dan olah raga. Misalnya dalam sinetron Bidadari, Dia, Bawang Putih Bawang Merah, Tersanjung, Smach Down, dan lain-lain. Memang pengaruh negatif dari tayangan-tayangan seperti di atas tidak akan langsung terlihat. Begitu seseorang menonton sebuah adegan pembunuhan sadis dia tidak akan pergi keluar dan melakukan pembunuhan sadis. Tetapi akan terlihat kelak dimana bila semakin banyak seseorang itu menonton acara-acara kekerasan maka akan semakin besar kemungkinan bagi dia untuk berpikir bahwa hal semacam itu normal-normal saja dan boleh untuk dipraktekkan.
Televisi Bisa Menyita Banyak Waktu Berharga Kita.
Berdasarkan survey, kurang 25 % orang tua percaya bahwa anak-anak mereka lebih banyak menonton televisi. Pada akhirnya televisi akan memanjakan pemirsa yang membuat orang lupa untuk beraktivitas, menghancurkan gairah kerja, dan lain-lain. Banyak acara populer yang ditayangkan pada tengah malam atau subuh. Para penggemar acara tersebut akan memilih untuk duduk di depan televisi semalaman dari pada memikirkan pekerjaan esok hari. Akhirnya keadaan ini mengurangi ethos dan kualitas kerja. Satu hal yang sangat menyedihkan bagi kalangan orang Kristen adalah adanya anggota jemaat yang lebih memilih menonton pertandingan siaran langsung tinju atau sepak bola pada hari Minggu siang dari pada mengikuti kebaktian di jemaat lokal.
Televisi Bisa Membohongi dan Sekaligus Membuat Kita Lupa Diri.
Cerita-cerita yang tidak masuk akal, diluar logika, iklan-iklan yang sangat menggiurkan banyak mempengaruhi penonton. Kehidupan fantasi yang mengeksploitasi seks, kekayaan, dewi penolong. Sinetron ataupun film di televisi banyak menyajikan model tindakan dan konsekuensi yang sepenuhnya tidak realistis. Pahlawan-pahlawan film bisa mengatasi masalah yang paling sulit dalam hitungan detik. Model seperti ini bisa mempunyai pengaruh atas cara pendekatan anak-anak kepada masalah. Namun yang lebih membahayakan lagi adalah dampak konsumsi sehari-hari dari tokoh idola dalam cerita dan acara yang hanya memperlihatkan sedikit perbedaan antara benar dan salah. Anak-anak sangat mudah terpengaruh dan mengadopsi kehidupan sang tokoh film dalam kehidupannya dan menginginkan diri seperti tokoh tersebut. Ada anak kecil yang membunuh adiknya. Setelah di lakukan investigasi, ditemukan bahwa penyebabnya adalah mereka bermain “supermen-supermenan” di kamar. Dia mengikat leher adiknya dengan kain sarung dan mendorongnya dari atas ranjang yang agak tinggi dengan keyakinan sang adik akan bisa melepaskan diri dari ikatan tersebut seperti yang dilakukan superman. Si adik tidak bisa dan akhirnya nyawanyapun melayang. Hal ini terjadi adalah karena pengaruh dari tontonan televisi. Lihatlah betapa dahsyat dan mengerikannya pengaruh tayangan sedemikian terhadap generasi-generasi penerus kita. Televisi banyak mempengaruhi pemirsa secara psikologis. Banyak tayangan yang mengajak pemirsanya untuk hidup dalam dunia delusi atau alam khayalan. Menciptakan kecemburuan yang akhirnya memaksa diri untuk melakukan kejahatan demi memenuhi hasrat. Televisi mengajarkan kepuasan sesaat, seperti iklan yang digunakan untuk menarik anak-anak dan remaja dan menarik mereka membeli suatu produk yang menipu. Televisi mengajarkan bahwa kebahagiaan berarti memiliki segala sesuatu.
Televisi Bisa Mempengaruhi Cara Keluarga Berinteraksi.
“Apa acara menarik malam ini?” pertanyaan ini telah menggantikan tempat, “Ayah, apakah ayah bisa membantu saya melakukan pekerjaan rumah ini?” Keluarga yang dahulu biasa berkumpul mengelilingi meja makan untuk bercakap-cakap, sekarang bukannya bertukar berita dan pandangan antara orang tua dengan anak. Tetapi sekarang meja makan telah berpindah ke depan televisi. Anak-anak lebih banyak membuang waktunya duduk di depan televisi dari pada berkomunikasi dengan orang tuanya. Suami dan isteri sampai saling beradu tegang untuk memegang remote kontrol. Seorang ibu yang sedang asyik menonton tayangan sinetron mencubit anaknya yang menangis minta diambilkan susu. Televisi telah banyak membuat kalut komunikasi yang efektif. Anak-anak remaja lebih bisa menghafal lagu dari Britney Spears daripada tugas yang diberikan guru dan orang tua.
III. Apakah Yang Harus Kita Lakukan Untuk Mengatasi Problema Yang Diakibatkan?
Semua kalangan gereja (pemimpin, penginjil, pengajar, orang tua, pemimpin kaum muda, pemimpin anak-anak bertanggung jawab untuk mencari solusi bagaimana agar pengaruh negatif televisi bisa dihindarkan.
Adakan Kebaktian Keluarga.
Menonton televisi bukanlah sesuatu yang terlarang atau dosa. Namun sebagai orang Kristen kita perlu membuat prioritas dalam kegiatan keluarga kita. Kebaktian keluarga seharusnya menjadi pilihan utama. Tekankan masalah-masalah moral dan pengaruh televisi dalam kebaktian tersebut kepada semua anggota keluarga. Menonton televisi bukanlah prioritas. Kalangan anak-anak dan remaja adalah korban yang paling banyak dari pengaruh negatif televisi. Merupakan prospek yang mengerikan membesarkan anak-anak kita di tengah-tengah hiburan yang rusak dan tidak bermoral. Sama relevannya ketika raja Daud berkata dalam Mazmur 11:3, ”Apabila dasar-dasar dihancurkan, apakah yang dapat dibuat oleh orang benar itu?” Dengan kata lain bila tata-tertib moral telah berantakan maka orang baik tidak akan berdaya. Sebab itu orang tua harus berhati-hati. Kebaktian keluarga adalah sebuah wadah yang sangat efektif untuk membantu mengatasi hal ini. Anak-anak harus lebih banyak mendapatkan pendidikan rohani daripada tontonan hiburan duniawi. Dalam Perjanjian Lama Musa menasihatkan orang tua di Israel agar selalu berfokus pada kerohanian anak-anak mereka, “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Ulangan 6:6-7). Mau tidak mau harus disadari bahwa pemuda-pemudi secara umum saat ini hidup di tepi moral dan lebih dekat dengan bencana yang tidak pernah kita harapkan, dan televisi merupakan salah satu penyebab degradasi moral.
Selektif Dalam Memilih Acara Yang Ditonton.
Lebih baik menonton acara-acara yang berkualitas. Tidak semua tayangan di televisi itu buruk tetapi ada beberapa acara yang baik untuk ditonton. Dalam hal ini kita lebih baik melihat acara apa yang direkomendasikan. Contohnya, bila kita ingin menonton film, sangat baik bila kita membaca resensinya dahulu sebelum kita tonton. Kita sebagai keluarga Kristen harus bisa mengatasi bagaimana caranya agar penyakit ini jangan sampai menulari generasi gereja. Dalam hal ini kita harus bisa menjadi guru paling tidak bagi diri sendiri dan anggota keluarga dan jemaat. Prinsip dari nasihat Paulus kepada jemaat di Tesalonika untuk menguji segala sesuatu dan memegang yang baik mungkin bisa kita aplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari ketika kita membuat pilihan apa yang harus dan apa yang tidak harus kita lakukan. Tuhan telah memberi kita akal untuk bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik. Jangan izinkan anak- anak Saudara mempunyai televisi di kamar. Televisi membuat anak-anak menutup diri dari keluarga dan keluarga akan sulit untuk memonitor program- program yang ditonton. Jika anak- anak Anda mempunyai televisi di kamar, pertimbangkan untuk memindahkan televisi tersebut atau bersiaplah untuk menghadapi konfllik yang besar dengan mereka. Kita harus menentukan acara televisi yang akan ditonton oleh anak kita setiap minggunya. Pastikan televisi tidak dihidupkan ketika acara ditetapkan untuk ditonton belum mulai. Jangan biarkan televisi hidup hanya untuk melihat iklan atau untuk mendengar suaranya saja. Orang tua juga perlu, mendampingi anak-anak saat menonton sebuah tayangan dan memberi mereka penerangan akan siaran yang ditonton. Kita perlu melihat bagaimana anak-anak menyikapi tontonan tersebut dan memberikan waktu untuk mendiskusikannya bersama. Orang tua juga perlu menetapkan jam untuk menonton.
Waspada Pengaruh Televisi Pada Anak

Hari Minggu seharian si kecil nongkrongin televisi. Bagus-bagus acaranya. Mulai Doraemon, PMan, hingga Dragonball. Masih juga dilengkapi dengan kehadiran gadis kecil berambut pendek bertas ransel yang populer disebut Dora. Sebegitu menariknyakah kehadiran kotak ajaib yang kini menjadi barang wajib dalam setiap rumah itu? Haruskah kita membiarkan si kecil berada di depannya tanpa ada kita di hadapannya?Sayangnya banyak tayangan TV yang sama sekali tak baik bagi perkembangan anak.

Anda mau bukti konkret? Teruslah membaca artikel ini ya. Sebuah penelitian regional yang melibatkan anak-anak Kanada, Australia, Amerika dan Indonesia dalam hal menonton televisi mendapatkan hasil menarik. Mau tahu? Anak Indonesia adalah penonton TV terlama, disusul Amerika, Australia dan paling rendah Kanada.

Hal ini tak lepas dari perubahan gaya hidup masa kini yang dianut sebagain besar orang tua di Indonesia: Sibuk bekerja, pengasuhan anak diserahkan kepada pengasuh serta berbagai faktor lain yang mengiringi.

Menonton televisi tampaknya membawa dampak negatif pada perkembangan anak dibanding dampak positif. Dari televisi anak-anak dapat menyaksikan semua tayangan, bahkan termasuk yang belum layak mereka tonton, mulai kekerasan dan kehidupan seks.

Dr. Endang Darmoutomo, MS, SpGK, dalam seminar yang diselenggarakan 'Dancow Parenting Center' beberapa waktu lalu mengungkapkan kecenderungan menonton tv terlalu lama akan meningkatkan angka obesitas pada anak-anak. Satu jam nonton tv misalnya, akan meningkatkan obesitas sebesar 2%. Pasalnya selama menonton TV, lanjut Dr. Endang, anak lebih banyak ngemil dan tak melakukan aktivitas olah tubuh.

Hal yang sama berlaku bagi anak yang lebih suka bermain games atau komputer dibanding anak yang bermain-main di luar bersama teman-teman. "Saat nonton tv atau main game, terjadi ketidakseimbangan energi yang masuk dan yang digunakan," ujar Dr. Endang. Saat anak nonton tv, kalori yang dibakar hanya 36 kkal/jam, padahal apa yang dia konsumsi jauh melebihi kalori yang digunakan. "Anak perlu aktif untuk bertumbuh," tandas Dr. Endang.

Obesitas tak hanya berdampak buruk bagi kesehatan karena mengundang berbagai penyakit seperti hipertensi, diabetes, gangguan sendi, penyakit jantung koroner hingga stroke saat anak dewasa, namun juga dapat mengganggu psikologis anak. Ingat, obesitas akan terbawa saat anak dewasa jika tak ditangani secara baik. Mungkin ia akan merasa malu, rendah diri, bahkan merasa tak berharga karena memiliki tubuh 'berbeda' dibanding teman-teman di lingkungannya.

Apa lagi dampak negatif menonton televisi pada anak selain obesitas? Ternyata menonton tv terkait erat dengan kecerdasan. Menurut Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA (K) mengutip hasil penelitian Hancox RJ. Association of Television Viewing During Childhood with Poor Educational Achievement.

Arch Pediatr Adolesc Med 2005, bahwa menonton tv saat masa anak dan remaja berdampak jangka panjang terhadap kegagalan akademis umur 26 tahun.

Sedangkan penelitian lain mengenai pengaruh tv terhadap IQ anak mendapati hasil bahwa anak di bawah 3 tahun yang rajin menonton televisi setiap jamnya ternyata hasil uji membaca turun, uji membaca komprehensif turun, juga memori. Yang positif hanyalah kemampuan mengenal dengan membaca naik. Dari situ disimpulkan bahwa menonton tv pada anak di bawah 3 tahun hanya membawa lebih banyak dampak buruk dibanding efek baiknya.

Anak yang sering menonton tv juga mengalami masalah pada pola tidurnya, seperti terlambat tidur, kurang tidur bahkan tak bisa tidur, cemas tanpa sebab, terbangun malam dan mengantuk pada siang hari.

Dr Hardiono menjelaskan, otak berfungsi merencanakan, mengorganisasi dan mengurutkan perilaku untuk kontrol diri sendiri, konsentrasi atau atensi dan menentukan baik atau tidak. "Pusat di otak yang mengatur hal ini adalah korteks prefrontal yang berkembang selama masa anak dan remaja," papar Dr. Hardiono. Televisi dan game video yang mindless (tak membutuhkan otak untuk berpikir) akan menghambat perkembangan bagian otak ini.

Lebih lanjut Dr. Hardiono memaparkan, hanya dari menonton televisi saja otak kehilangan kesempatan mendapat stimulasi dari kesempatan berpartisipasi aktif dalam hubungan sosial dengan orang lain, bermain kreatif dan memecahkan masalah. Selain itu tv bersifat satu arah, sehingga anak kehilangan kesempatan mengekplorasi dunia tiga dimensi serta kehilangan peluang tahapan perkembangan yang baik.

Nah masih tega membiarkan anak tercinta kita sendirian di depan televisi? Tentu lebih bijak rasanya kalau kita menemaninya sembari memberikan pengertian mengenai acara yang berlangsung. Siapa sih yang ingin anaknya memiliki pengetahuan luas? Tetapi siapa juga yang ingin anaknya terjerembab dalam dunia lain, mimpi layaknya suguhan televisi? Oke, selamat menjadi orang tua yang bisa menjelma sahabat anak-anak!
KURANGI NONTON TV, NIKMATI HIDUP!
Mari kita kendalikan teknologi agar teknologi tidak mengendalikan kita

Pengaruh Media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi & mengawasi anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya. Dalam seminggu anak menonton TV sekitar 170 jam. Apa yang mereka pelajari selama itu? Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga belajar untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.


Faktanya..
• Anak merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negatif siaran TV.
• Data th 2002 mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Indonesia adalah sekitar 30-35 jam/minggu atau 1560-1820 jam/ tahun . Angka ini jauh lebih besar dibanding jam belajar di sekolah dasar yang tidak sampai 1000 jam/tahun.
• Tidak semua acara TV aman untuk anak. Bahkan, “Kidia” mencatat bahwa pada 2004 acara untuk anak yang aman hanya sekira 15% saja. Oleh karena itu harus betul-betul diseleksi.
• Saat ini jumlah acara TV untuk anak usia prasekolah dan sekolah dasar perminggu sekitar 80 judul ditayangkan dalam 300 kali penayangan selama 170 jam. Padahal dalam seminggu ada 24 jam x 7 = 168 jam! Jadi, selain sudah sangat berlebihan, acara untuk anak juga banyak yang tidak aman.
• Acara TV bisa dikelompokkan dalam 3 kategori: Aman, Hati-hati, dan Tidak Aman untuk anak.
• Acara yang ‘Aman’: tidak banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis. Acara ini aman karena kekuatan ceritanya yang sederhana dan mudah dipahami. Anak-anak boleh menonton tanpa didampingi.

• Acara yang ‘Hati-hati’: isi acara mengandung kekerasan, seks dan mistis namun tidak berlebihan. Tema cerita dan jalan cerita mungkin agak kurang cocok untuk anak usia SD sehingga harus didampingi ketika menonton.

• Acara yang “Tidak Aman”: isi acara banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis yang berlebihan dan terbuka. Daya tarik yang utama ada pada adegan-adegan tersebut. Sebaiknya anak-anak tidak menonton acara ini.


Kenapa Kita Harus Mengurangi Menonton TV?

• Berpengaruh terhadap perkembangan otak
Terhadap perkembangan otak anak usia 0-3 tahun dapat menimbulkan gangguan perkembangan bicara, menghambat kemampuan membaca-verbal maupun pemahaman. Juga, menghambat kemampuan anak dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan agresivitas dan kekerasan dalam usia 5-10 tahun, serta tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan.

• Mendorong anak menjadi konsumtif
Anak-anak merupakan target pengiklan yang utama sehingga mendorong mereka menjadi konsumtif.

• Berpengaruh terhadap Sikap
Anak yang banyak menonton TV namun belum memiliki daya kritis yang tinggi, besar kemungkinan terpengaruh oleh apa yang ditampilkan di televisi. Mereka bisa jadi berpikir bahwa semua orang dalam kelompok tertentu mempunyai sifat yang sama dengan orang di layar televisi. Hal ini akan mempengaruhi sikap mereka dan dapat terbawa hingga mereka dewasa.

• Mengurangi semangat belajar
Bahasa televisi simpel, memikat, dan membuat ketagihan sehingga sangat mungkin anak menjadi malas belajar.

• Membentuk pola pikir sederhana
Terlalu sering menonton TV dan tidak pernah membaca menyebabkan anak akan memiliki pola pikir sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, kreativitas dan perkembangan kognitifnya.

• Mengurangi konsentrasi
Rentang waktu konsentrasi anak hanya sekitar 7 menit, persis seperti acara dari iklan ke iklan, akan dapat membatasi daya konsentrasi anak.

• Mengurangi kreativitas
Dengan adanya TV, anak-anak jadi kurang bermain, mereka menjadi manusia-manusia yang individualistis dan sendiri. Setiap kali mereka merasa bosan, mereka tinggal memencet remote control dan langsung menemukan hiburan. Sehingga waktu liburan, seperti akhir pekan atau libur sekolah, biasanya kebanyakan diisi dengan menonton TV. Mereka seakan-akan tidak punya pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktivitas lain yang menyenangkan. Ini membuat anak tidak kreatif.

• Meningkatkan kemungkinan obesitas (kegemukan)
Kita biasanya tidak berolahraga dengan cukup karena kita biasa menggunakan waktu senggang untuk menonton TV, padahal TV membentuk pola hidup yang tidak sehat. Penelitian membuktikan bahwa lebih banyak anak menonton TV, lebih banyak mereka mengemil di antara waktu makan, mengonsumsi makanan yang diiklankan di TV dan cenderung memengaruhi orangtua mereka untuk membeli makanan-makanan tersebut. Anak-anak yang tidak mematikan TV sehingga jadi kurang bergerak beresiko untuk tidak pernah bisa memenuhi potensi mereka secara penuh. Selain itu, duduk berjam-jam di depan layar membuat tubuh tidak banyak bergerak dan menurunkan metabolisme, sehingga lemak bertumpuk, tidak terbakar dan akhirnya menimbulkan kegemukan.

• Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga
Kebanyakan anak kita menonton TV lebih dari 4 jam sehari sehingga waktu untuk bercengkrama bersama keluarga biasanya ‘terpotong’ atau terkalahkan dengan TV. 40% keluarga menonton TV sambil menyantap makan malam, yang seharusnya menjadi ajang ’berbagi cerita’ antar anggota keluarga. Sehingga bila ada waktu dengan keluarga pun, kita menghabiskannya dengan mendiskusikan apa yang kita tonton di TV. Rata-rata, TV dalam rumah hidup selama 7 jam 40 menit. Yang lebih memprihatinkan adalah terkadang masing-masing anggota keluarga menonton acara yang berbeda di ruangan rumah yang berbeda.

• Matang secara seksual lebih cepat
Banyak sekali sekarang tontonan dengan adegan seksual ditayangkan pada waktu anak menonton TV sehingga anak mau tidak mau menyaksikan hal-hal yang tidak pantas baginya. Dengan gizi yang bagus dan rangsangan TV yang tidak pantas untuk usia anak, anak menjadi balig atau matang secara seksual lebih cepat dari seharusnya. Dan sayangnya, dengan rasa ingin tahu anak yang tinggi, mereka memiliki kecenderungan meniru dan mencoba melakukan apa yang mereka lihat. Akibatnya seperti yang sering kita lihat sekarang ini, anak menjadi pelaku dan sekaligus korban perilaku-perilaku seksual. Persaingan bisnis semakin ketat antar Media, sehingga mereka sering mengabaikan tanggung jawab sosial,moral & etika.
Jadi, Siapa yang Seharusnya Mengurangi Menonton TV?
Semua dan setiap orang. Karena akibat buruk yang diberikan oleh TV tidak terbatas oleh usia, tingkat pendidikan, status sosial, keturunan dan suku bangsa. Semua lapisan masyarakat dapat terpengaruh dampak buruk dari TV, orangtua, anak-anak, si kaya ataupun si miskin, si pintar dan si bodoh, mereka dari latar belakang apa saja, tetap terkena dampak yang sama. Seharusnya instansi pemerintah, instansi pendidikan, instansi agama, keluarga dan individu semua bersama-sama mendukung program ‘Hari Tanpa TV’ ini, untuk membangun bangsa yang lebih baik.



Tidak punya waktu? Matikan saja TV-nya dulu. Mengurangi waktu menonton TV memang terkesan susah pada awalnya, tapi ternyata toh ada ribuan hal lain yang menarik untuk dilakukan, bukan?

Tips cara mematikan TV
• Pindahkan TV ke tempat yang tidak begitu ‘mencolok’
• Matikan TV pada waktu makan.
• Tentukan hari-hari apa saja dalam seminggu yang akan dilalui tanpa TV.
• Jangan gunakan kesempatan menonton TV sebagai hadiah.
• Berhenti berlangganan channel tambahan (cable, dll) dan gunakan uangnya untuk membeli hal-hal yang berguna lainnya, seperti buku.
• Pindahkan TV dari kamar anak Anda.
• Sembunyikan remote controlnya.
• Tidak ada TV di hari sekolah.

Jangan terlalu khawatir bila anak mengaku bosan, karena kebosanan itu lama-lama akan menghilang dan biasanya justru menciptakan kreativitas. Karena anak banyak dipengaruhi dengan yang dilakukan orangtua mereka, adalah sangat penting untuk memperhatikan bahwa usaha apa saja, seperti lebih banyak berolahraga, mengonsumsi makanan yang lebih bergizi atau menonton TV lebih sedikit, dilakukan sebagai ‘acara keluarga’ sehingga mematikan TV adalah usaha yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga untuk menyisihkan waktu bercengkrama bersama.